Sabtu, 07 Agustus 2010

Lin Merah Semakin Merana

Angkutan umum pedesaan-perkotaan atau biasa disebut dengan lin merah kini keadaannya semakin susah, lin merah yang biasa beroperasi di daerah pertelon Dukun yang dulu adalah primadona bagi para penggunanya kini sudah diambang kepunahan. Bayangkan saja angkutan yang biasanya selalu ramai dan bahkan hampir berdesak-desakan oleh penumpang dihari libur maupun pada hari biasa kini sepi oleh penumpang, penyebabnya pun bukan hal sepele karena bertambah pesatnya perkembangan teknologi transportasi seperti banyaknya pengguna sepeda motor sehingga banyak penumpang yang menjatuhkan hatinya pada kendaraan roda dua ini, dan merakyatnya hand phone bagi kalangan menengah maupun kebawah menjadikan mereka lebih memilih berkomunikasi lewat telepon ketimbang naik angkutan umum untuk bersilaturrahim sekaligus berkunjung.

Pada era globalisasi ini lin merah hanya menjadi pilihan bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau bagi mereka yang pulang seminggu sekali, tercatat sebagian dari mereka adalah buruh pabrik dan buruh warung yang tempat kerja mereka di kota besar seperti Surabaya dan Gresik. Sopir lin merah ini mengatakan hanya pada waktu-waktu tertentu saja jasa mereka dipergunakan, yakni pada hari sabtu sore dengan pemberangkatan dari Dukun, pada hari ahad sore dengan pemberangkatan dari Wilangon, dan biasanya ramai pada hari-hari besar atau pada hari libur sekolah.

Mungkin peristiwa ini sudah menjadi dilema bagi para sopir angkutan umum, namun peristiwa ini dapat terhindari jika saja ada organisasi yang mengayomi mereka, sehingga banyak sekali terjadi pungli terhadap para sopir lin merah baik dari pihak polres Dukun, polres Bungah, dan bahkan dari kernet lin sendiri.

Lin merah adalah idaman bagi para penikmatnya, tapi melihat kondisi saat ini lin merah hanya menjadi kendaraan alternatif bagi mereka yang tidak memiliki pilihan. Bukan hanya itu saja pemasalahannya, semakin menurunnya minat masyarakat menggunakan jasa angkutan umum juga berdampak pula menurunnya pendapatan mereka, terlebih mereka harus menyerahkan uang setoran kepada pemilik angkutan dan tidak lupa kewajiban mereka menafkahi istri dan anak-anaknya.

Sungguh iron sekali, ditengah kemajuan teknologi transportasi tanah air saat ini mereka harus bergelut dengan menurunnya minat masyarakat menggunakan jasa angkutan umum. Dengan demikian lin merah adalah angkutan khas masyarakat Dukun yang kini keadaannya tambah susah.


Profile


Raihan, sopir senior Lin Merah. Kepribadian yang hangat membuat nyaman berbincang dengan pria paruh baya ini yang sudah 32 tahun bekerja sebagai sopir angkot antara Dukun-Surabaya. Meski usianya sudah menginjak setengah abad tapi penampilannya masih bersahaja. Hampir setiap hari beliau bolak-balik dari Dukun Surabaya rata-rata dua kali mengangkut penumpang.

Pria beranak tiga ini selalu tekun dan giat dalam bekerja meski akhir-akhir ini penumpang Dukun-Surabaya mengalami penurunan, hanya pada hari-hari tertentu saja penumpang cukup banyak padahal beliau sebagai tulang punggung keluarga, sedangkan menyopir adalah pekerjaan utamanya.

Beliau tidak hanya dipusingkan dengan menurunnya jumlah penumpang tapi juga adanya pungutan-pungutan liar (pungli) baik dari aparat maupun makelar yang menambah beban pengeluaran sehari-harinya, meski demikian baliau tetap giat dan sabar dalam bekerja.

Setiap pagi dia senantiasa berada di Telon Dukun untuk menunggu penumpang meski rumahnya di Sidomukti Bungah. Disela-sela menunggu penumpang ia pergunakan untuk memperbaiki angkutannya yang memang sebenarnya sudah tidak layak dan perlu peremajaan.

Beliau berharap Pemerintah punya kepedulian terhadap nasib ia dan teman-temannya agar memberikan kredit lunak sehingga mereka dapat mengganti angkutan yang sudah tua. Disamping itu dia menghimbau kepada aparat untuk tidak semena-mena dalam memungut iuran karena penghasilannya memang pas-pasan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar