Senin, 26 Juli 2010

Produktivitas Seorang Muslimah

Oleh: Iffah Fatihuddin


Para muslimah pernah mengirimkan seorang utusan untuk menghadap Rasulullah Saw guna menyampaikan aspirasi mereka: "Wahai utusan Allah, saya dikirim oleh para wanita untuk menghadap Anda. Ibadah jihad ini diberikan oleh Allah kepada para lelaki. Jika mereka memenangkannya, mereka akan mendapatkan pahala. Dan jika mereka syahid di dalamnya, mereka pun akan tetap hidup di sisi tuhan mereka (sebagai para syuhada) dengan tetap mendapatkan curahan rizki. Sedangkan kami, para wanita, bertugas untuk melayani mereka. Lantas pahala apakah yang akan kami dapatkan dari tugas itu?"

Rasulullah Saw pun menjawab, "Sampaikan kepada siapa saja wanita yang engkau temui, bahwa ketaatan mereka terhadap suami mereka serta pengakuan mereka akan hak-hak sang suami mereka itu menyamai semua pahala tersebut. Akan tetapi, hanya sedikit di antara kalian yang memenuhinya." (HR. Al-Bazzar).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wanita itu adalah Salamah, ibu susu Ibrahim putra Rasulullah Saw. Kepadanya Rasulullah menerangkan bahwa mengandung anak, melahirkan, dan begadang karena menyusui anak bagi seorang wanita itu pahalanya sangatlah besar, sampai sebesar pahala pembebasan tujuh puluh budak di jalan Allah. Dan karunia agung ini hanya diperuntukkan bagi "wanita-wanita shalihah yang mentaati serta tidak mengingkari kebaikan suaminya." (HR. Ath-Thabrani).

Pertanyaan para wanita yang diwakili oleh Salamah ini sangatlah luar biasa. Sebuah pertanyaan tentang bagaimana seorang wanita menghasilkan kebajikan sebanyak mungkin seperti yang dihasilkan oleh para mujahid di medan perang. Sebuah pertanyaan yang menunjukkan semangat tinggi para wanita Islam di waktu itu mengenai produktivitas mereka selama hidup di Dunia.

Berbicara mengenai produktivitas (daya produksi) berarti berbicara mengenai target, bentuk, tempat, kuantitas, dan kualitas produksi. Di samping itu, dalam kaitannya dengan seorang muslimah, unsur-unsur penentu produktivitas ini bisa ditinjau dan dipetakan melalui peran-peran yang memang lazimnya dimainkan oleh seorang muslimah, yaitu sebagai seorang anak, pembelajar, istri, ibu, pendidik, serta anggota masyarakat muslim.

Target produksi apakah yang perlu dihasilkan oleh seorang muslimah? Jawaban kita mengenai unsur pertama penentu produktivitas ini akan menjadi dasar bagi pemahaman kita terhadap unsur-unsur selanjutnya. Dan dari penggalan kisah shahabiyat di atas, kita mengerti bahwa hasil produksi utama yang semestinya diinginkan, didambakan, diupayakan, dan dikejar mati-matian oleh seorang muslimah sejati adalah "kebajikan"—atau yang biasa kita sebut sebagai "pahala".

Nah, bagaimanakah seorang muslimah bekerja memproduksi pahala? Apa saja bentuk-bentuk kegiatan yang perlu ia galang guna menghasilkan produk-produk kebajikan ini? Hadits Salamah di atas telah menyebutkan beberapa poin penting terkait dengan unsur penentu produktivitas yang kedua ini, yaitu mentaati dan mengakui kebaikan suami (bagi seorang istri) serta mengandung dan merawat anak (bagi seorang ibu). Bagi seorang wanita secara umum, Rasulullah Saw juga telah menunjukkan bentuk produksi pahala itu dalam sabda beliau: "Apabila seorang wanita itu (rajin) melaksanakan shalatnya yang lima waktu, (rajin) mengerjakan puasanya di bulan Ramadhan, (teguh) menjaga kehormatannya, serta (teguh) mentaati suaminya, maka akan dipersilakan kepadanya: 'Masuklah ke Surga dari pintu Surga yang mana saja yang engkau kehendaki'." (HR. Ahmad).

Kedisiplinan mengerjakan shalat akan menjamin penyaluran munajat kepada Allah serta kesinambungan dzikir dalam jiwa seorang muslimah; ketekunan menjalankan puasa akan memupuk rasa sabar serta menyuburkan kedermawanan di dalam dirinya; dan keteguhan menjaga kehormatan akan menjamin kelestarian harga diri serta kesucian lahir batinnya. Semua kebaikan yang amat indah ini, di samping kebaikan berupa kehidupan rumah tangga yang harmonis dan balasan yang tak terperi di Akhirat nanti, adalah buah nyata dari aktivitas-aktivitas seorang muslimah dalam bentuk-bentuk produksi pahala sebagai disebutkan oleh hadits di atas.

Ini semua selaras dengan firman Allah Swt dalam Al-Quran yang artinya: "dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait (anggota rumah tangga Nabi Saw) serta mensucikan kalian sesuci-sucinya." (QS. Al-Ahzab: 33). Ayat yang semula disampaikan kepada para istri Rasul ini berlaku juga bagi semua muslimah sesuai dengan kesamaan status mereka sebagai hamba Allah yang menghendaki kesucian diri dan kebersihan jiwa dari dosa-dosa.

Di samping tekun menjalankan shalat dan puasa serta menjaga kehormatan dan melayani suami serta menjadi ibu yang baik, seorang muslimah juga tentu memiliki peluang produksi pahala dan pengusahaan kebajikan dalam bentuk-bentuk semakna dengan ibadah-ibadah ini yang telah dituntunkan oleh Quran-Sunnah serta ditradisikan oleh para muslimah teladan, semisal berbakti kepada orang tua, rajin menuntut dan menyampaikan ilmu agama, memperbanyak generasi dan cinta di dalam keluarga (al-wadûd al-walûd), berdakwah pada sesama wanita, serta bersedekah menyantuni orang papa. Ini semua sesuai dengan peran seorang muslimah sebagai seorang anak, pembelajar, istri, ibu, pendidik, dan anggota masyarakat muslim.

Nah, di manakah produksi pahala seorang muslimah ini dilakukan? Tempat manakah yang semestinya menjadi basis produksi kebajikan bagi seorang muslimah? Penggal pertama ayat di atas telah menjelaskannya: "Dan hendaklah kalian menetap di rumah kalian serta janganlah kalian menampak-nampakkan (perhiasan) diri dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu". (QS. Al-Ahzab: 33).

Pesan ilahi ini memberikan petunjuk kepada para muslimah mengenai tempat utama seorang wanita menghasilkan karya-karya kebajikan, yaitu di rumah. Rumah adalah tempat tinggal, taman hiburan, surga, sekaligus tempat kerja dan basis aktivitas seorang muslimah. Di tempat inilah nilai-nilai produktivitas seorang muslimah itu dibangun dan dikembangkan, bukan di tempat-tempat yang lainnya. Begitu menjantungnya posisi rumah ini dalam kehidupan seorang muslimah sampai-sampai Rasulullah Saw menegaskan bahwa aktivitas shalat seorang wanita di dalam rumah itu lebih utama dibandingkan shalatnya di dalam masjid nabawi ketika diimami oleh beliau sendiri (HR. Ahmad). Sejarah juga menyaksikan bahwa wanita-wanita sempurna itu tidaklah muncul melainkan dari para 'pecandu rumah', yaitu Maryam ibunda Nabi Isa, Asiyah istri Firaun, Khadijah pasangan Rasulullah, serta Fathimah ibunda Hasan dan Husin.

Dengan menyadari ketiga unsur utama penentu produktivitas ini (target, bentuk, dan tempat), seorang muslimah akan secara mudah bisa mengukur kadar kuantitas serta tingkatan kualitas yang harus ia kejar dan penuhi dalam menjalankan aktivitas-aktivitas produksi kebajikan yang telah menjadi tugas dan tanggung-jawabnya. Ketika ia sudah menyadari bahwa target utamanya adalah "kebajikan" (baik yang bersifat ruhani maupun jasmani, serta baik tertuju untuk pribadi maupun untuk keluarga dan kemaslahatan Islam secara umum), maka segala niatan duniawi dan orientasi tidak bermutu yang berkelebatan di dalam hatinya akan dengan mudah ia hapuskan atau ia tekan seminimal mungkin. Segala pandangan dan keinginan-keinginan tidak beres yang bermunculan dalam fikirannya akan dengan lega bisa ia tanggalkan atau ia peras tingkat keseringannya.

Begitu juga dengan kesadaran akan bentuk dan tempat produksi. Saat seorang muslimah tahu betul bahwa aktivitas sejatinya adalah beribadah, bersedekah, belajar, berdakwah, dan berbakti kepada suami dan orang tua, maka hanya kegiatan-kegiatan dalam bentuk semacam inilah yang akan ia prioritaskan serta selalu ia tingkatkan jumlah dan frekuensi produksinya. Dan saat ia tahu betul bahwa basis aktivitasnya adalah rumah, maka segala kegiatan yang membuatnya banyak keluar rumah akan ia tekan sebesar mungkin kuantitasnya serta ia alihkan pada kegiatan-kegiatan di dalam rumah dengan kualitas yang sebaik-baiknya.

Dengan menyadari secara tepat target hasil, bentuk kegiatan, dan basis tempat berproduksi serta dengan terus menjaga kuantitas dan kualitas prosuksinya secara mapan, wanita muslimah—biidznillâh—akan mampu melejitkan produktivitasnya sesuai dengan kemaslahatannya dan atas panduan dari syariat tuhannya. Dan sebaliknya, ketidaksadaran akan poin-poin ini akan memporak-porandakan integritas ruhani dan jasmani seorang wanita serta membelokkan arah hidup dan perjuangannya. Rasulullah Saw dalam hadits Salamah di atas sudah memperingatkan: "hanya sedikit di antara kalian yang memenuhinya!". Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam kelompok yang sedikit itu.

Demikianlah prinsip penting yang harus dicamkan kuat oleh setiap muslimah dan senantiasa diperhatikan serius olehnya, palagi dalam kondisi zaman yang semakin tidak jelas ini aneka syubhat dan propaganda syahwani berupa pikiran-pikiran emansipasi (baca: penyamaan dua hal yang tak setara) serta gerakan-gerakan fenimisme (baca: eksploitasi wanita dan perusakan fitrah kesuciannya) telah luas merajalela dan terus mengancam kesadaran setiap hamba Allah yang muslimah. Semoga Yang Maharahmah senantiasa menjaga kita dan mengantarkan kita ke jalan keridhaan-Nya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar